Kalam Hikmah Majelis Dzikir Aljailaniyah Alqhoutsyah: Jangan Hanya Sibuk Mencuci Pakaian Jasadmu, Sementara Pakaian Kalbumu Kotor

Majelis Dzikir Aljailaniyah Alqhoutsyah, Edisi 7: Jum’at, 17 Sa’ban 1444 H

“Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir  “Wahai anak muda! Jangan hanya berkonsentrasi pada mencuci pakaian jasadmu, sementara pakaian kalbumu kotor. Engkau berada dalam keadaan kotor. Engkau harus mencuci kalbu terlebih dahulu, kemudian baru mencuci pakaianmu yang biasa. Engkau harus melaksanakan kedua tindak pencucian itu. Cucilah pakaianmu dari kotoran, dan cucilah kalbumu dari dosa-dosa”

Engkau tidak boleh membiarkan dirimu silau oleh apa pun, sebab Tuhanmu “melakukan apa yang dikehendaki-Nya” (QS 11:107). Itulah sebabnya diceritakan sebuah kisah tentang seorang saleh, bagaimana suatu ketika ia mengunjungi saudaranya seiman kepada Allah. “Wahai saudaraku,” katanya kepada saudaranya itu. “Marilah kita menangis atas pengetahuan Allah tentang kita!”

Orang seringkali tertipu dan terlena dengan penampilan fisik. Tidak sedikit orang menilai bahwa tampan yang rupawan dan harta yang banyak menjadi ukuran kemuliaan seseorang sementara ia abai terhadap amal. Padahal kemuliaan dan nilai seseorang terletak pada seberapa amal perbuatan yang telah dilakukan. Bila amalnya baik maka ia menjadi kemuliaan baginya sedang bila amalnya buruk maka ia menjadi keburukan bagi orang tersebut. Dengan ini, kualitas dan nilai seseorang sangat ditentukan oleh amal yang ia lakukan. Bila kita memahami ini maka kita tidak akan terjebak menilai seseorang hanya dari tampilan luar dan fisiknya. Di atas nilai fisik, untuk manusia, nilai amal baik lebih tinggi dan utama.

Dalam konteks manajemen organisasi modern tampilan fisik boleh jadi akan nampak pada gedung yang megah, fasilitas yang serba lengkap, penampilan pihak manajer yang menarik sedang amalnya terletak pada prestasi yang ditoreh oleh tiap personelnya. Tampilan fisik sifatnya tidak langgeng dan tidak ajek sedang amal prestasi baik lebih permanen. Fisik perlu namun ada nilai yang lebih penting lagi yakni amal. Kemampuan merancang kegiatan penting namun jauh lebih penting adalah bagaimana rancangan tersebut dapat terimplementasikan dengan baik.

Kalau kita mau memahami dengan apa yang di sampaikan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, kalau kita fokus pada peningkatan amal baik maka kita yakin kemajuan akan mudah tercapai. Namun bila fokus kita hanya pada bagaimana memoles tampilan fisik agar terlihat indah, cantik dan menarik sementara abai terhadap prestasi maka yakinlah kemuliaan tidak akan diraih karena kemuliaan seseorang terletak pada niat dan amalnya, bukan pada fisik dan jasadnya.”

Dalam salah satu sabdanya, Nabi Muhammad SAW. menyatakan :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ ». رواه مسلم

Artinya: Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian tetapi Ia melihat hati dan amal kalian”. HR. Muslim.

Dalam hadist lain di riwayatkan, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, Ibn Hibban, Ahmad ibn Hanbal dan lainnya. Meski terdapat perbedaan pada redaksi matannya namun semua memiliki substansi yang sama yakni bahwa Allah tidak melihat tampilan fisik atau harta seseorang, namun yang Allah lihat adalah hati dan amalnya.

Sebagaimana dalam firman Allah Swt:

هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الْأَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (6)

Artinya: Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Apa sesungguhnya substansi dari hadis dan firman Allah di atas? Hal tersebut ingin menunjukkan kepada kita perbedaan penting antara fisik dan amal. Tampilan fisik bersifat wahbi atau given. Allah memberikan kepada kita tanpa ada kemampuan kita untuk menolak atau memilih. Fisik adalah sesuatu yang telah Allah tulis dan takdirkan dalam ilmuNya di Lauh al-Mahfuz. Allah menetapkan kepada kita bentuk fisik kita, warna kulit kita, bahasa ibu kita, elok atau jelek rupa kita. Karena fisik bersifat pemberian maka tugas kita hanyalah mensyukuri, menjaga dan merawatnya. Kita dilarang mencela dan merusak pemberian tersebut. Dan karena pemberian juga maka kita tidak diminta pertanggung jawabannya.

Untuk itu, hadis tersebut seakan ingin menegaskan bahwa Allah tidak melihat dan menilai dari segi fisik seseorang yang bersifat wahbi atau given. Berbeda halnya dengan niat dan amal. Dua hal terakhir ini bersifat kasbi atau upaya dan usaha manusia. Allah memberikan kita potensi untuk melakukan sesuatu namun keputusan untuk berbuat dan memanfaatkan potensi tersebut diserahkan kepada tiap orang. Ada yang dengan potensi tersebut digunakan untuk keburukan dan kejahatan namun ada juga yang memanfaatkannya dalam hal-hal positif dan kebaikan. Ada yang berbuat maksimal namun banyak pula yang mengabaikan potensi tersebut dengan tidak melakukan satu amal apapun dalam tiap lintas waktunya. Karena niat dan amal bersifat kasbi dan menjadi pilihan seseorang untuk melakukannya maka nilai orang terletak pada amalnya dan Allah menghitung dan menghisab seseorang berdasarkan amal tersebut.

Disampaikan Oleh: Majelis Dzikir & Sholawat Aljailaniyah Alqhoutsyah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
PHONE PENGADUAN